Jangan Pasung Mereka Dalam Kegelisahan!
Oleh Ibnu Sa’dan
Kegelisahan terjadi dimana-mana. Merambah ke tengah hutan, menyusup ke perkampungan, dan mengalir hingga ke tepi laut. Masyarakat jadi bulan-bulanan. Orang-orang yang merasa dirinya berkuasa mempermainkan orang-orang kecil , ancaman kesenjangan pun menghadang di depan mata. Gambaran ini ternyata masih juga mencuat kepermukaan hampir di seluruh daerah Pemerintah Aceh, walaupun secara formal konflik telah berakhir sejak penandatanganan MoU Helsinki tiga tahun lalu.
Di Kabupaten Aceh Timur, misalnya, beradasrakan catatan Waspada sejak setahun terakhir ini kegelisahan warga masyarakat terhadap berbagai hal belum juga berakhir. Jaminan hidup untuk merengkuh masa depan yang lebih baik hingga kini belum ada kepastian. Warga yang tinggal di pedalaman derita yang dialaminya lebih parah, tiap hari harus bertarung melawan kemiskinan yang terus melilitnya, seperti sebatang pohon coklat yang tumbuh dalam semak belukar terasa sangat sulit untuk bisa berpucuk.
Sarana transportasi berupa jalan dan jembatan, yang sudah bertahun-tahun rusak terdapat hampir menyuluruh di semua kecamatan. Seperti di Kecamatan Pante Bidari, puluhan desa yang terletak di seberang Krueng Ara Kundoe tiap hari harus menyabung nyawa untuk bisa sampai ke Lhok Nibong, mau tak mau mereka terpaksa harus menyeberang juga. Karena berbagai kebutuhan hidup yang diperlukan hari-hari tak akan terpenuhi jika mereka tidak menyebrang.
Akibatnya cost yang dikeluarkan juga ikut meningkat, padahal harga barang sembako sendiri di pasar tiap hari terus naik, seperti asap saat kebakaran hutan yang tidak pernah terlihat turun. Sementara barang-barang produksi petani naiknya seperti layang-layang ketika tiada angin, saat talinya disentak naik sebentar kemudian menukik mencium tanah.
Bagi warga masyarakat yang tinggal di perkampungan dekat dengan pusat kota kecamatan keadaannya juga tidak jauh berbeda. Lapangan kerja semakin sempit, mau buka usaha tak punya modal, mengharap bantuan dari pemerintah yang didapat hanya janji, sementara ancaman keamanan tiap hari mengintai.
Nasib warga pesisir juga tidak kalah meringis. Sejak bumi Aceh ini dilantak tenaga dasyat dari tsunami, sebagain besar petani tambak dan nelayan yang punya boat belum berhasil bangkit dari keterpurukan ekonominya. Bantuan yang terdengar melimpah mengalir ke Aceh, sepertinya lebih banyak tumpah ke tempat lain, sementara mereka banyak yang tak tersentuh dengan aliran bantuan tersebut.
Di pesisir pantai Kuala Bagok, Kecamatan Nurussalam, Kabupaten Aceh Timur lain lagi yang terjadi. Ketika ada kabar sebuah perusaahan asing, Transworld Seuruway Ekploration, akan melakukan eksplorasi minyak lepas pantai di daerah kampung mereka, masyarakat di sana pernah terbuai mimpi. Mereka berangan-angan dengan kehadiran perusahaan tersebut kehidupan sosialnya bisa berubah, baik karena tercipta lapangan kerja baru atau paling tidak perusahaan akan membantu masyarakat sekitar dalam memberdayakan ekonomi.
Tapi yang mereka dapat justru sebaliknya. Ganti rugi terhadap efek yang timbul akibat sesmik saja banyak yang tidak dibayar kepada masyarakat. Kenyataan ini seperti diungkapkan Kepala Desa Matang Neuheun, Darmawan. Menurutnya, hingga proyek tersebut selesai dilakukan hanya sebagian warga yang mendapat ganti rugi, sementara sebagian warga lain tidak mendapat.
Dan hal yang sama juga diungkapkan Kepala Desa Teupin Pukat, Baharuddin. Di desanya, kata dia, ada 17 rumah yang belum mendapat ganti rugi dari proyek sesmik. Dan semua data tersebut telah dikumpulkan diserahkan kepada camat, tapi kabarnya nanti perusahaan hanya akan memberi bantuan, bukan ganti rugi, ujar Baharuddin.
Ketika perusahaan TSE melakukan peusijuek, tanda pengeboran pertama dimulai, Rabu (26/3) lalu, tak ayal sejumlah warga yang merasa telah dibola-bolai itu melakukan unjuk rasa, dan melaporkan hal tersebut kepada Bupati Aceh Timur, Muslem Hasballah. Tidak jelas apa langkah yang akan diambil pemerintah nantinya, karena dari perusahaan TSE sendiri mengakui mereka tidak mau ditekan oleh masyarakat.
Pernyataan tersebut seperti diungkapkan Humas TSE, Ramli Hasan, bahwa semua kerugian yang diterima warga akibat proyek sesmik yang lalu telah selesai dibayar. Tapi pelaksanaan itu, katanya, dilakukan pihak ketiga, sehingga kemungkinana ada satu dua rumah penduduk yang tidak terdata. “ Kepada mereka kita akan memberikan bantuan,” katanya seraya menegaskan itu bukan ganti rugi. Karena perusahaan tidak mau ditekan masyarakat.
Rabu, 24 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)




Tidak ada komentar:
Posting Komentar