Lanngsa Makin Merana: Air, Tanah, Angin, Dan Api Bukan Itu Penyebabnya
Oleh Ibnu Sa’dan
LANGSA makin merana. Air, tanah, angin, dan api bukan itu penyebabnya, karena di sini tidak ada kerusakan yang signifikan akibat bencana. Bahkan dari dulu hingga sekarang, sepertinya alam begitu manja memperlakukan warga Langsa. Tapi kenapa Langsa tidak berkembang juga? Malah makin terpuruk dibandingkan dengan masa lalunya.
Buah khuldi dari pekarangan siapa gerangan yang telah dipetik dari pohonya, sehingga warga Langsa seperti mendapat hukuman harus menjauh dari hidup bahagia. Ibarat yatim piatu yang diterlantarkan walinya, setiap warga yang tinggal di Kota Langsa sekarang ini, dengan terpaksa harus berjuang sendiri melawati semua tantangan hidup yang mengintainya sepanjang masa. Pimpinan pemerintahan dan anggota dewan yang telah mereka pilih semuanya sibuk dengan urusan sendiri, sehingga tidak sempat memikirkan nasib rakyat.
Jalan-jalan yang rusak, jembatan yang putus, pengangguran yang makin bertambah, dan berbagai kebutuhan rumah tangga yang makin sulit dipenuhi, itu semua adalah resiko hidup yang harus ditanggung sendiri oleh warga yang sudah berani memutuskan tinggal di Langsa. Kalau ada yang mengeluh barangkali jawaban yang diperoleh dari orang-orang yang seharusnya memberi solusi; “Siapa suruh tinggal di Langsa?”
Maka itu tidak heran, jika di Langsa tidak terdengar adanya gejolak yang berarti dalam masyarakat. Semua warga sudah dapat bersikap arif dan bijakasana, tidak ada yang melakukan protes, tidak ada demontrasi, kecuali hanya bicara saja antar mereka sendiri di warung-warung kopi, di tempat-tempat kenduri, dan dimana saja mereka sering bertemu termasuk saat menunggu jenazah dimakamkan bila ada orang yang mati.
Pokok pembicaraan pada tempat-tempat yang tidak pernah didengar pejabat pemerintah dan anggota dewan itu, selalu mengusung satu tema yang paling seru, yaitu mengumpat pimpinan daerah yang dianggap sudah pekak, tuli, dan bisu. Nuansa frustasi terdengar di mana-mana. Mereka mengeluh dan menyatakan penyesalan, telah memilih pimpinan yang tidak sesuai dengan harapan.
Berbagai fakta bukti pimpinan daerah tidak peduli lagi terhadap rakyat pun meluncur dari mulut-mulut hadirin pada setiap ada pertemuan informal dalam masyarakat. Mulai dari kondisi pasar yang semraut hingga sulitnya membayangkan wajah Walikot Drs. Zulkiflin Zainon, MM karena sudah lama tidak dilihatnya menjadi bahan pembicaraan antar mereka.
Pasar ikan Langsa yang berada di pusat kota dan sudah tiga tahun roboh, hingga sekarang para pedagang masih menempati tenda-tenda darurat yang dibuat sendiri dari bahan kayu seadanya sebagai tiang dan plastik sebagai atap. Demikian juga pasa sayur, centang perenang tidak karuan. Mungkin terlalu berlebihan jika dikatakan pasar yang paling kumuh, tapi tidak salah jika disebut sebagai pasar yang dilanda gerhana matahari sepanjang tahun.
Demkkianlah pembicaraan dalam masyarakat belakangan ini, bukan karena air, tanah, angin , dan api penyebabnya sehingga Kota Langsa makin merana. Melainkan karena ada pengkhianatan dari pimpinan yang dinilai sedang mabuk dengan kekuasaan, asyik jalan-jalan, suka berfoya-foya, dan telah lupa kepada janji-janjinya. Adakah yang mendengar keluahan warga tersebut? Kita berharap semoga kesadaran tidak datang terlambat!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)




Tidak ada komentar:
Posting Komentar